
Di antara deru bising bajaj yang berseliweran di jalanan Jakarta, tersimpan sebuah cerita unik yang berhubungan dengan alat transportasi ini.
Selain bajaj buatan India yang kita kenal selama ini, ternyata terdapat sebuah alat transportasi lain yang mirip dengan bajaj yang pernah turut meramaikan jalanan Jakarta. Toyoko, namanya. Toyoko adalah kendaraan mirip bajaj yang diimpor dari Jepang. Bentuk dan ukurannya mirip seperti bajaj, hanya bagian belakangnya lebih besar daripada bagian depannya.
Toyoko gencar diperkenalkan pemerintah DKI Jakarta sekitar tahun 1990-an untuk mengurangi jumlah becak yang tak terkontrol. Saat itu, 500 unit Toyoko diperkenalkan sebagai pengganti becak. Para pengemudi becak yang tak memiliki izin, ditertibkan melalui sejumlah razia, dan mereka diperkenankan untuk mengangkut penumpang dengan Toyoko. Saat itu, Toyoko ditawarkan dengan harga yang murah. Toyoko 100 cc dibandrol Rp2,2 juta, sedangkan 165 cc seharga Rp2,7 juta.
Namun, wacana tersebut menuai kontroversi. Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, H. Mansyur Achmad mempertanyakan kelayakan Toyoko. Menurutnya, kendaraan roda tiga harus berbahan bakar gas, sesuai dengan kampanye ramah lingkungan yang digalakkan kala itu. Selain itu, kendaraan roda tiga juga harusnya hanya diperbolehkan di lingkungan pemukiman.
Meskipun begitu, Toyoko tetap diijinkan beroperasi dengan harapan kehadiran Toyoko dapat menarik bajaj-bajaj yang berkeliaran di jalanan Jakarta untuk beroperasi di lingkungan pemukiman. Toyoko menjadi idola baru sebagai pilihan alat transportasi. Uniknya, di bagian belakang kendaraan Toyoko, para pengemudinya suka menuliskan kata “SADAR” merujuk pada mantan pengemudi becak yang sudah insyaf dan kini menarik penumpang dengan Toyoko.
Setahun berjalan, harapan pemerintah agar Toyoko dapat menarik Bajaj-Bajaj beroperasi di daerah permukimana, ternyata meleset. Toyoko malah berhambur dan berbaur dengan Bajaj-Bajaj lain di jalanan-jalanan Jakarta menambah keruwetan lalu lintas. Toyoko bebas berseliweran di jalanan-jalanan utama kota Jakarta tanpa ditindak petugas karena melakukan pelanggaran.
Tahun berikutnya, jumlah pengemudi Toyoko mulai surut. Dari 500 unit Toyoko hanya 100 unit yang beroperasi. Hal ini karena sebagian besar pengemudi tidak memenuhi kewajiban kredit mereka. Dua tahun sejak pertama kali digalakkan, tepatnya pada pertengahan akhir tahun 1992, Toyoko hampir tak lagi bisa ditemui di jalan. Selain karena pemutusan izin usaha, kerusakan suku cadang dan perawatan Toyoko dinilai cukup sulit. Becak yang tadinya berusaha digeser oleh Toyoko, malah terus dikayuh hingga kini. Sementara Toyoko tinggal kenangan saja.
